Monday, January 11, 2010

Pembagian Proses Penggorengan (makanan)&Dampak minyak Goreng Bekas Terhadap Kesehatan

Minyak merupakan bahan dasar yang penting bagi industri makanan. Pada proses penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Pada umumnya, proses penggorengan dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistem pan frying dan deep frying. Ciri dari sistem pan frying adalah bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam di dalam minyak, sedangkan pada sistem deep frying dibutuhkan banyak minyak karena bahan pangan yang digoreng harus terendam seluruhnya.

Proses menggoreng biasanya mengggunakan minyak dengan metode deep frying sehingga menyisakan minyak goreng yang cukup banyak. Minyak ini biasanya tidak dibuang, tetapi digunakan kembali untuk menggoreng sebagai usaha penghematan. Akibatnya minyak mengalami pemanasan berulang-ulang. Menurut Belitz dan Grosch (1999), pemanasan minyak yang dilakukan secara berulang-ulang pada suhu tinggi, akan mengakibatkan terjadinya perubahan sifat fisiko-kimia minyak, yaitu akan menghasilkan senyawa hasil oksidasi yang dapat menimbulkan pengaruh yang membahayakan kesehatan.

Berbagai macam gejala keracunan, yaitu iritasi saluran pencernaan, pembengkakan organ tubuh, dan kematian telah diobservasi pada hewan yang diberi lemak yang telah dipanaskan dan teroksidasi. Selain itu, kerusakan pada minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200 – 250oC) akan mengakibatkan pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artherosclerosis), tumor, dan menurunkan nilai cerna lemak (Erasmus, 1989). Selain mengakibatkan penyakit degeneratif untuk jangka panjang, penggunaan minyak goreng bekas juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng.
Reaki-reaksi yang terjadi pada minyak goreng selama proses penggorengan meliputi reaksi hidrolisis, oksidasi, dan polimerisasi. 
Reaksi tersebut akan menyebabkan kerusakan sehingga minyak menjadi berasap atau berbusa dan akan meninggalkan warna coklat serta flavor yang tidak disukai dari makanan yang digoreng (Orthoefer, 1989 dikutip Winarno, 1999).
Industri makanan biasanya menggunakan minyak goreng yang telah digunakan selama beberapa kali. Hal tersebut dikarenakan penggunaan minyak goreng bekas pada proses penggorengan akan mengurangi biaya produksi. Menurut Winarno (1999), karena tingginya biaya untuk pembelian minyak goreng pada industri pangan, maka diperlukan metode untuk memperpanjang frekuensi pemakaian minyak goreng dengan melakukan proses daur ulang
Dikumpulkan dari berbagai sumber buku

0 comments: